Kutitipkan Putriku Padamu, Menantu

SURAT DARI IBU, UTK CALON MENANTU LAKI-LAKI

Wahai menantuku,

Aku hanyalah seorg ibu yg berbicara atas nama diriku sendiri dgn melihat putriku sbg istrimu & engkau sbg menantuku. Bila engkau membaca pesan ini, semoga engkau melihat pula bayang wajah ibumu yg telah mengandung & melahirkanmu, berdiri bersamaku tepat di hadapanmu

Wahai menantuku,

Engkau imam dunia akherat utk putriku. Bukankah engkau juga akan membawanya hingga ke baka & memberinya satu tiket ke surga?

Wahai menantuku,

Surat Untuk Menantu Lelaki..

Bila ada kelemahan dari istrimu & seribu lagi keburukan yg dilakukannya akibat kelemahan & juga krn kekurangan darinya, itu menjadi tgsmu utk mendidiknya skrg & bukan lagi tgsku.

Diajarkan kepadamu oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bhw seorg suami tak boleh membiarkan mata istrinya basah walau hanya serupa tetesan embun dini hari. Bukankah engkau sbg suaminya yg hrs melindunginya dgn rasa tentram & aman? Maka berikanlah keteduhan bagi jiwanya.

Engkau suami yg dipilih Allah utk putriku, bersabarlah thd istrimu & tetaplah bersikap lemah lembut padanya.

Bukankah engkau menikahinya atas nama Allah Subhanahu Wata’aalaa? Maka sayangi & peliharalah istrimu dgn jalan Allah.

Wahai menantuku,

Sebagian besar penghuni neraka adlh perempuan & itu disebabkan mereka durhaka thd suaminya, maka selamatkanlah istrimu dari dosa yg lebih besar. Bukankah nantipun engkau akan ditanya tentang tanggung jawab bgmana kau mengurus mereka & menjaga jalan surga utk bisa dilalui oleh yg harus kau bawa serta? Dan pertanyaan itu akan ditujukan padamu, bukan padaku.

Wahai menantuku,

Engkau diijinkan menghukum istrimu sewajarnya namun jgnlah mengenai wajahnya & jgn pula menyentuh tubuhnya hingga meninggalkan jejak luka. Jgnlah menghardiknya dgn kata kasar & umpatan yg merendahkan seolah engkau turut menistakan dirimu sendiri sebab ia itu pakaianmu.

Wahai menantuku,

Aku titipkan putriku padamu buatlah dia tersenyum menuju surga atas tiket darimu.

Wassalam.

Sepucuk surat dari seorang ibu pada calon menantunya ini adalah milik seorang teman. Begitu membaca, langsung merasa trenyuh. Seperti sedang mendengar seorang ibu berkata, “Aku titipkan putriku pdamu, menantu.” Ini adalah amanat, pesan, permintaan seorang ibu yang melepas putrinya untuk seorang lelaki. Tersirat bentuk kasih sayang seorang ibu pada putrinya. Meskipun seorang ibu sering kali terdengar lebih (maaf…) bawel, ini itu dikomentari, kadang lebih galak, tapi saat putrinya melepas masa lajang, diantara kebahagiaannya pastilah terselip perasaan kehilangan. Perasaan kehilangan karena setelah menikah sang suami-lah yang lebih berhak penuh atas putrinya. Itulah yang dikatakan seorang senior di kantor.

Jadi berpikir, segalak-galaknya mama padaku, mungkin memang seperti yang di katakan senior di kantorku, ada sedikit rasa kehilangan, rasa kuatir kalau putrinya yang biasa dia manja ini mungkin akan sedikit kesulitan menjalani peran istri sekaligus ibu rumah tangga dan wanita karir. Mama memang kadng galak, tapi sesungguhnya selama ini mama memanjakanku. Besok pasca nikah mungkin baru ngerasain betul kenapa dulu mama bawel, marah-marah ngingetin aku ini itu…

Ma, aku akan memasuki gerbang pernikahan bersama laki-laki pilihanku. Doamu selalu aku minta supaya apa yang akan aku jalani nanti jadi lebih mudah dengan iringan doamu.

Titipkan aku pada calon suamiku agar dia benar2 bertanggung jawab atas diriku…

Sholat dan Disholatkan

Hari ini dalam sejarah hidupku, seseorang berkata begitu tajam padaku. Penyebabnya adalah aku yang gak solat maghrib, bukan tanpa sebab… abis pre wedding photo session, tukak lambungku mendadak kumat. Buat penderita tukak lambung, pastinya bisa membayangkan gimana rasanya kalo kumat, tapi bagi orang yang taunya cuma itu sejenis sakit perut biasa, bisa dipastikan bakal sotoy bilang bisa di handle-lah sakitnya.

Absen sholat maghrib mengantarkanku pada sebuah statement yang gak aku sangka sebelumnya bakal dilontarkan oleh orang yang seharusnya memberikan aku dukungan menghadapi penyakitku.

Mau Sholat atau Disholatkan ?

“Pilihan orang hidup itu ada 2, hanya dua. Selagi orang itu masih bisa melek, napas, dia berkewajiban melakukan SHOLAT 5 waktu, bagi yang meninggalkannya, berarti dia sudah enggan menyembah Allah, dengan kata lain dia sudah pantas DISHOLATKAN.”

Dia bicara begitu enteng seolah orang yang sedang dia hakimi adalah orang yang seger buger gak lagi menghadapi dilema akan sakitnya. Dia tidak pernah tau rasanya ketakutan ketika mendapati darah tiba-tiba keluar tanpa sebab. Dia tidak pernah tau rasanya pesimis menghadapi penyakit yang seharusnya tak lagi kembali dalam hidup tapi tiba-tiba menyeruak datang merusak semua planning hidup yang sudah dirancang jauh hari. Dia tidak pernah mengalami, hanya tau mengkritik orang yang sering mengeluh sakit.

Orang tuaku… yang melahirkanku, memberiku makan, membesarkanku, merawatku ketika aku keluar dari rumah sakit, mendidikku sejak kecil, bahkan tidak pernah sekalipun lelah merawatku meski sering terkendala sakit. Mereka tidak pernah menyerah mengupayakan kesembuhanku, mereka selalu mensupport semangat hidupku, mengajariku untuk optimis sembuh, tapi orang yang baru kurang dari 2 tahun aku temui bahkan sanggup menghakimiku seperti itu dengan nasehatnya yang dia sampaikan tanpa rasa tepo seliro.

Dia bilang wajar saja menasehati dengan cara bicara se-extrim itu, aku pikir mungkin aku yang terlalu menanggapi berlebihan, tapi seorang ibu yang mengandungku 9 bulan lebih 10 hari, yang melahirkanku tapi juga biasa keras padaku pun menilai dia terlalu kasar. Nggak bisa menerima anaknya dinasehati se-fanatik dan sekeras itu. Bahkan orang tuaku pun nggak terima, tapi dia bilang PETUAHnya itu wajar, biasa saja.

Aku tidak pernah tau sesungguhnya seperti apa dia mencintaiku kalo dia bisa sekasar itu bicara padaku. Dia pernah mencaciku aku ini orang jalanan, sekarang dia berpetuah arif bahwa aku mengindikasikan diriku siap disholatkan… Dia menampik dirinya berkata seperti itu, tapi dalam hati kecilnya memang itulah yang sesungguhnya dia ingin katakan padaku. Aku sudah menangis. Menangis sedih, menangis kecewa, menangis kaget, menangis putus asa, menangis pesimis… Tidak dia dengar.

Doaku, semoga Papa dan Mama diberi umur panjang. Jika seandainya hari itu tiba, aku harus terbaring sakit, aku masih bisa kembali ke pangkuan orang tuaku, aku masih bisa dirawat oleh tangan penuh kasih ikhlas mereka.

Papa, Mama… Rasa kaget kalian sama besar dengan kekecewaanku dengan sikapnya…

Kangen Kamu, Nak…

Tanggal 1 Agustus 2011…Bulan puasa tiba… ini puasa pertamaku tanpa ada kehadiran ‘anakku’ sayang, Momon 😦 Biasanya bangun sahur aku lihat Momon di depan pintu kamarku masih tidur. Saat kami sekeluarga sahur pun dia bergabung bareng, menunggu tangan-tangan penuh kasih memberikan jatah sahur buat dia. Tapi pagi ini ??? Momon udah gak ada.. 😦 saat bangun tidur, Momon udah nggak ada di depan pintu kamar. Saat makan sahur, Momon gak ada di samping kursi makanku lagi.Saat kami semua nonton TV, Momon gak ada di sekitar kami lagi.

Aku kangen kamu, Mon…
Kurang lebih udah 2 bulan sejak anakku tidur tenang dalam keabadian. Masih teringat jelas di memoriku, hari terakhirnya bersama kami. Dengan langkah kaki yang bahkan udah gak begitu lurus, anakku keluar, duduk di seberang rumah dan memandangi rumah kami dengan mata kuyu. Dia duduk lama di tempat itu, nunggu aku sampe berangkat ke kantor. Tatapan matanya mengantarkanku sampe ujung gang. Seharusnya aku tahu saat itu adalah terakhir kalinya Momon nganter aku berangkat kerja. Seharusnya aku tahu, itu adalah hari perpisahan kami 😦

Mon, aku kangen banget… kangen kamu ada di sampingku, nak..
tapi menangisi kepergianmu juga gak akan membuatmu kembali ke tengah-tengah kami sekeluarga. Aku doakan supaya kau tenang dalam tidur abadimu. Kau akan selalu jadi bagian dari keluarga kami, selalu jadi anak lelaki kesayanganku.Terima kasih telah memberikan lebih dari 10 tahun kebersamaan yang penuh kebahagiaan dan tawa. Terima kasih telah menjagaku saat aku terbaring sakit, menemaniku saat aku menangis sedih, mengisi hari-hariku dengan tawa, sampai akhir hayatmu. Jadilah manusia di kehidupan selanjutnya… we’ll have mother and son fate again..

I Miss you, Son… Love You..